Harga Minyak Goreng Harus Diredam
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan. Foto: Mentari/nvl
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai fluktuasi harga minyak goreng sangat memprihatinkan. Saat harganya murah minyak goreng jadi langka. Saat melimpah di pasar, harganya melejit naik. Menjelang bulan Ramadan ini, harga minyak goreng harus ditekan agar tak meresahkan masyarakat. Ia mengaku prihatin dengan tingginya harga minyak goreng setelah pemberlakuan Permendag Nomor 11 Tahun 2022.
Dalam siaran persnya yang diterima Parlementaria, Sabtu (19/3/2022), Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan menilai, pemerintah tampak belum memiliki formula terbaik untuk mengatasi harga minyak goreng yang tinggi. Ia menilai, pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 dan pemberlakuan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 menunjukkan keberpihakan Menteri Perdagangan kepada pengusaha, bukan rakyat.
Permendag Nomor 6 Tahun 2022 sendiri yang sudah dicabut berisi penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit. Sementara Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang baru mengatur HET minyak goreng curah. Dalam Permendag baru itu HET minyak goreng curah Rp14.000/liter atau Rp15.500/kg dari sebelumnya Rp11.000/liter. Sementara harga minyak goreng kemasan premium dilepas ke harga pasar dari sebelumnya Rp14.000/liter.
“Kelahiran Permendag Nomor 6 Tahun 2022 disambut gegap-gempita oleh rakyat. Negara dianggap hadir menjinakkan harga minyak goreng yang naik tinggi. Namun sayangnya, Permedag Nomor 6 Tahun 2022 hanya menjadi macan kertas. Penetapan harga yang pro rakyat tidak disertai pengawalan di lapangan, sehingga minyak goreng menjadi langka di pasaran. Antrian pun mengular di setiap operasi pasar,” papar Hergun.
Selain itu, lanjut politisi Partai Gerindra itu, pemerintah juga mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) yang diganti dengan menaikkan pungutan ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya dengan dalih untuk menambah dana kelolaan sawit yang akan digunakan untuk menyubsidi minyak goreng curah. Ia berharap jelang Ramadan persoalan minyak goreng sudah harus bisa diredam.
Legislator dapil Jawa Barat IV ini menyerukan agar minyak goreng harus tersedia di pasaran dengan harga yang wajar. "Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang mengerek harga minyak goreng cukup tinggi perlu ditinjau ulang serta dikembalikan pada Permendag Nomor 6 Tahun 2022," tandasnya. Sebetulnya, bila tidak ditarik, Permendag Nomort 6 itu bisa jadi alat pemerintah untuk memerintahkan produsen CPO melakukan DMO dan DPO ke perusahaan minyak goreng.
“Kalau CPO-nya tidak jalan, pemerintah harus berani cabut HGU perusahaan kelapa sawit itu. Perusahaan minyak goreng juga bisa dicabut izinnya kalau tidak memproduksi minyak goreng yang sesuai kebutuhan rakyat,” tegas Hergun. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Berdasarkan amanat konstitusi seharusnya rakyat dapat menikmatinya dengan kehadiran minyak goreng yang melimpah serta harga yang terjangkau.
"Namun, yang terjadi sebaliknya, di banyak tempat rakyat mengantri minyak goreng hingga menimbulkan korban jiwa. Ini ibarat rakyat mati di lumbung padi," kilahnya lagi. Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ia melanjutkan, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kini, setelah pemberlakukan Permendag Nomor 11 Tahun 2022, minyak goreng kemasan yang semula dibanderol Rp14.000 per liter naik di kisaran Rp20.000 hingga Rp24.000 per liter. Selain itu, stok minyak goreng di sejumlah minimarket yang tadinya kosong juga mulai banyak. Ini menunjukkan ada penimbunan. (mh/sf)